Pemerintah berharap revisi Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) masuk Prolegnas Prioritas 2021. Terkait hal itu Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD telah mengirimkan surat kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan peraturan perundang undangan dengan DPR RI. Hal itu diungkapkan Ketua Tim Pelaksana Kajian Undang Undang Informasi dan Transaksi Eelektronik (UU ITE) Sugeng Purnomo.
Diharapkan, kata Sugeng, Yasonna bisa membahas dengan DPR terkait peluang revisi UU ITE masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 di DPR. "Pak Menko Polhukam sudah mengirimkan surat kepada Pak Menkumham, karena memang ini tentu prosesnya melalui pak Menkumham sebagai wakil pemerintah di dalam pembahasan peraturan perundang undangan dan diharapkan di dalam pembahasan, katakanlah perubahan dari prolegnas prioritas 2021, ini bisa menjadi bahasan, apakah nanti ini bisa menjadi prioritas 2021 atau tidak," kata Sugeng saat konferensi pers secara virtual, Kamis (24/6/2021). Sugeng mengatakan sebelum mengirim surat, Mahfud MD dan Yasonna juga telah melakukan pembicaraan terkait hal tersebut.
"Jadi pak Menkumham sudah paham ini, jadi nanti tinggal kapan dilakukan pembahasan tentang perubahan atau revisi dari prolegnas prioritas 2021, tentu antara pemerintah dalam hal ini Pak Menkumham dalam hal ini yang mewakili pemerintah dengan Baleg DPR," kata Sugeng. Sebelumnya Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, dan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Johnny G Plate menandatangani Surat Keputusan Bersama Pedoman Kriteria Implementasi Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di kantor Kemenko Polhukam RI, Jakarta Pusat, Rabu (23/6/2021). Penandatanganan SKB tersebut turut disaksikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD.
Dalam SKB tersebut terdapat lampiran yang berisi penjelasan mengenai pedoman implementasi terhadap sejumlah pasal yang sebelumnya dinilai multitafsir atau "karet" oleh sebagian kalangan masyarakat. Berikut ini isi lampiran dalam keterangan resmi Tim Humas Kemenko Polhukam RI pada Rabu (23/6/2021). A. Pasal 27 ayat (1)
Fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya, bukan pada perbuatan kesusilaan itu. Pelaku sengaja membuat publik bisa melihat atau mengirimkan kembali konten tersebut. B. Pasal 27 ayat (2) Fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya konten perjudian yang dilarang atau tidak memiliki izin berdasarkan peraturan perundang undangan.
C. Pasal 27 ayat (3) Fokus pada pasal ini adalah: 1) Pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/ mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum.
2) Bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan. 3) Merupakan delik aduan sehingga harus korban sendiri yang melaporkan, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan. 4) Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas.
5) Jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka tetap berlaku UU ITE, kecuali dilakukan oleh institusi Pers maka diberlakukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. D. Pasal 27 ayat (4) Fokus pada pasal ini adalah perbuatan dilakukan oleh seseorang ataupun organisasi atau badan hukum dan disampaikan secara terbuka maupun tertutup, baik berupa pemaksaan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum maupun mengancam akan membuka rahasia, mengancam menyebarkan data pribadi, foto pribadi, dan/atau video pribadi.
E. Pasal 28 ayat (1) Fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan berita bohong dalam konteks transaksi elektronik seperti transaksi perdagangan daring dan tidak dapat dikenakan kepada pihak yang melakukan wanprestasi dan/atau mengalami force majeur. Merupakan delik materiil, sehingga kerugian konsumen sebagai akibat berita bohong harus dihitung dan ditentukan nilainya. F. Pasal 28 ayat (2)
Fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu/kelompok masyarakat berdasar SARA. Penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka pada individu/kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali yang disebarkan itu dapat dibuktikan. g. Pasal 29 Fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman kekerasan atau menakut nakuti yang ditujukan secara pribadi atau mengancam jiwa manusia, bukan mengancam akan merusak bangunan atau harta benda dan merupakan delik umum. H. Pasal 36
Fokus pada pasal ini adalah kerugian materiil terjadi pada korban orang perseorangan ataupun badan hukum, bukan kerugian tidak langsung, bukan berupa potensi kerugian, dan bukan pula kerugian yang bersifat nonmateriil. Nilai kerugian materiil merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012.